Upaya pemerintah daerah Karangasem dalam pengembangan
Ekowisata di daerah Kubu masih terkesan kurang. Karena
pembangunan infrastruktur pariwisata di Kecamatan Kubu selama ini masih mengandalkan pesisir pantai Kubu, diantaranya objek wisata menyelam di daerah Tulamben.
Daerah ini djadikan kawasan utama pariwisata di daerah Kubu, sebab potensi yang terkandung dalam kawasan wisata ini menawarkan keindahan bawah laut dengan keasrian terumbu karang dan spesies ikan yang beraneka ragam. Sedangkan dalam pengembangan wisata dan potensi daerah Kubu yang mengandalkan tanaman lontar, pemerintah baru bertindak sebagai distributor produk olahan kerajinan sederhana dari tanaman lontar untuk dipasarkan atau diperkenalkan di pameran kesenian daerah yang rutin dilaksanakan menjelang peringatan hari kemerdekaaan Indonesia. Pemerintah beranggapan, dengan cara ini masyarakat didaerah Kubu seperti Muntigunung dan Pedahan tergerak untuk mengolah tanaman lontar menjadi barang kesenian. Akan tetapi, sampai saat ini upaya tersebut belum mampu mengangkat sektor ekonomi di Kecamatan Kubu, utamanya di daerah Muntigunung dan Pedahan.
pembangunan infrastruktur pariwisata di Kecamatan Kubu selama ini masih mengandalkan pesisir pantai Kubu, diantaranya objek wisata menyelam di daerah Tulamben.
Daerah ini djadikan kawasan utama pariwisata di daerah Kubu, sebab potensi yang terkandung dalam kawasan wisata ini menawarkan keindahan bawah laut dengan keasrian terumbu karang dan spesies ikan yang beraneka ragam. Sedangkan dalam pengembangan wisata dan potensi daerah Kubu yang mengandalkan tanaman lontar, pemerintah baru bertindak sebagai distributor produk olahan kerajinan sederhana dari tanaman lontar untuk dipasarkan atau diperkenalkan di pameran kesenian daerah yang rutin dilaksanakan menjelang peringatan hari kemerdekaaan Indonesia. Pemerintah beranggapan, dengan cara ini masyarakat didaerah Kubu seperti Muntigunung dan Pedahan tergerak untuk mengolah tanaman lontar menjadi barang kesenian. Akan tetapi, sampai saat ini upaya tersebut belum mampu mengangkat sektor ekonomi di Kecamatan Kubu, utamanya di daerah Muntigunung dan Pedahan.
Didalam meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat Kubu
terutama dalam bidang pariwisata, selain melihat potensi yang ada pemerintah
juga harus memperbaiki tatanan sosial masyarakat setempat, budaya, dan mental.
Hal tersebut penting dilakukan, karena bisa menjadi faktor yang berpengaruh
dalam memotivasi masyarakat untuk memperbaiki hidup dari meng-gepeng menjadi masyarakat Kubu yang kuat
dan mandiri. Maka dari itu diperlukan konsep kuat yang menjadi pondasi dasar
didalam pengembangan pariwisata berbentuk Ekowisata.
Pondasi tersebut bisa dibangun sesuai dengan kearifan lokal
masyarakat setempat, ataupun melalui sebuah konsep filosofis yang dipercaya
masyarakat Hindu di Bali yang menuntun ke arah hidup masyarakat yang harmonis.
Salah satu konsep filosofis Hindu yang juga dijadikan kearifan lokal tersebut
adalah THK (“Tri Hita Karana”) . Secara
etimologi, konsep Tri Hita Karana yaitu Tri artinya tiga, Hita berarti
sejahtera, dan Karana adalah sebab, terdiri dari parhyangan
(lingkungan spiritual), pawongan (lingkungan sosial) dan palemahan
(lingkungan alamiah). Secara luas konsep Tri Hita Karana dapat diartikan
sebagai tiga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan
manusia lain, dan manusia dengan lingkungan untuk mencapai keselamatan dan
kedamaian alam semesta.
Aspek parahyangan menyangkut hubungan manusia
dengan lingkungan spiritual sebagai refleksi dari hakikat manusia sebagai
makhluk homo-religius. Maksudnya, makhluk yang memiliki keyakinan akan adanya
kekuasaan kodrati atau supranatural Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan).
Sebagai upaya mencapai kesejahteraan hidup, manusia senantiasa berusaha menjaga
interaksi harmonis dengan lingkungan spiritual, yang terekspresikan dalam
bentuk sistem religi, mencakup emosi keagamaan, tindakan-tindakan keagamaan,
fasilitas keagamaan dan komunitas keagamaan. Aspek pawongan
menciptakan kehidupan harmonis yang selalu menjadi dambaan setiap orang. Ini
hanya bisa dicapai melalui kerja sama yang serasi dengan sesama manusia.
Tuntutan kerja sama ini umumnya didorong oleh adanya ketidakpastian,
keterbatasan, dan kelangkaan sumberdaya yang dimiliki manusia, sehingga jalinan
sosial dengan sesama menjadi suatu keharusan.
Aspek selanjutnya yaitu palemahan. Palemahan
berasal dari kata "lemah", yang berarti tanah/pekarangan
rumah/wilayah pemukiman. Secara umum palemahan ini merupakan salah
satu aspek dalam THK yang berhubungan dengan lingkungan fisik. Terkait
lingkungan desa/kelurahan terdapat banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam
implementasi aspek palemahan tersebut. Pemerintah, kalangan dunia
usaha, dan masyarakat semestinya mempunyai komitmen yang jelas dalam menjaga
dan meningkatkan kualitas lingkungan. Komitmen bersama ini perlu dijabarkan
dalam rencana rencana aksi yang kemudian dilaksanakan secara nyata.
Implementasi konsep THK dalam pengembangan Ekowisata di
daerah Kubu sangat ditentukan oleh cara penanganan ketiga aspek yang terkandung
dalam THK, mulai dari aspek parahyangan, pawongan,
dan pelemahan. Ketiga aspek ini jika diimplementasikan dalam pengembangan
Ekowisata, akan menjadikan daerah Kubu tidak hanya terkenal dengan konservasi
tanaman lontar, tetapi juga keharmonisan masyarakatnya dalam menjaga nilai
luhur, dan budaya setempat. Sehingga daerah ini menjadi kawasan Ekowisata yang
mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Adapun implementasi ketiga aspek THK dalam pengembangan
Ekowisata di daerah Kubu adalah :
1. Parahyangan.
Aspek Parahyangan merupakan
salah satu aspek penting dalam THK. Aspek ini menyangkut keyakinan dalam
beragama masyarakat Bali pada umumnya. Dimana seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, Parahyangan merupakan
menjalin hubungan yang harmonis dengan Tuhan Yang Maha Esa. Implementasinya
dapat kita lihat dari masyarakat Kubu dan masyarakat Bali pada umumnya, yang
mengenal upacara Tumpek Ngatag. Upacara
ini mengandung makna bahwa masyarakat setempat memperingati hari tumbuhan,
sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Upacara ini bisa memiliki
multifungsi dalam pengembangan Ekowisata. Karena selain sebagai tradisi
penghormatan kepada Tuhan, upacara ini bisa dijadikan penarik wisatawan untuk
berkunjung ke daerah Kubu. Upacara ini juga merupakan bentuk aplikasi nilai
spiritual ke dalam pelestarian lingkungan.
2. Pawongan.
Aspek Pawongan dalam dalam konsep THK berarti hubungan harmonis antar sesama manusia, dimana aspek
ini terkandung nilai sosial yang mengharuskan masyarakat setempat untuk saling
menghargai, saling menolong, dan saling menghormati. Dalam kaitannya dengan
dunia Ekowisata, pengejewantahan aspek pawongan dalam pengelolaan pariwisata memposisikan pranata-pranata sosial masyarakat lokal sebagai acuan bagi pola-pola hubungan baik antarsesama pelaku pariwisata maupun antara pelaku pariwisata dengan lingkungan sosial setempat. Hal ini tidak saja berimplikasi kepada terciptanya hubungan yang harmonis antarsesama manusia sebagai makhluk sosial, tetapi sekaligus juga merupakan revitalisasi terhadap tatanan sosial masyarakat setempat. Aspek ini penting untuk ditumbuh kembangkan karena
keterbukaan, keramahan, dan kesosialan masyarakat daerah Kubu, merupakan modal
utama sebagai daya tarik pengunjung untuk datang menikmati kawasan Ekowisata
yang berbasis tanaman lontar.
Bentuk Ekowisata yang
mengedepankan nilai sosial masyarakat Kubu adalah program Homestay atau lebih dikenal dengan rumah singgah. Ekowisata Homestay seperti ini, umumnya menawarkan
pengunjung menginap di hotel atau villa. Tetapi, untuk lebih menonjolkan sikap
sosial dan budaya masyarakat Kubu, pengunjung akan menginap di rumah-rumah
warga sebelum atau saat menikmati kawasan Ekowisata di daerah Kubu. Selain Homestay, cermin hubungan harmonis antar
manusia dapat juga dilihat dari budaya Megibung
yang merupakan ciri khas masyarakat Karangasem. Dalam budaya Megibung ini, pengunjung akan diajak
untuk makan bersama penduduk setempat dengan wadah Nare ( nampan/piring yang lebar) dimana dalam satu sela atau satu kelompok makan berjumlah
maksimal 8 orang. Orang-orang
yang megibung harus mengikuti tata tertib dan aturan makan yang ketat. Makna
sosial pada budaya Megibung ini
adalah kebersamaan dalam kesederhanaan, yaitu saling berbagi makanan antar
sesama. Dari budaya ini tercermin hubungan yang harmonis antar penduduk
setempat dengan wisatawan yang akan berkunjung. Sehingga memperkaya nilai
Ekowisatadi daerah Kubu yang akan ditawarkan dalam dunia pariwisata
Dengan bentuk Ekowisata Homestay
dan tradisi megibung yang seperti
ini, masyarakat setempat dihadapkan untuk mengedepankan sikap sosial.
Masyarakat Kubu harus siap berkomunikasi, dan beinteraksi dengan pengunjung
yang datang. Mulai dari etika menyambut pengunjung, mempersilahkan pengunjung,
atau sebagai Guide dalam memandu
pengunjung menikmati kawasan Ekowisata di daerah Kubu. Dari sinilah masyarakat harus
mempunyai konsep THK dari segi aspek Pawongan. Apabila masyarakat Kubu sudah
mengimplementasikan aspek Pawongan
dengan baik, maka pengembangan Ekowisata di daerah Kubu akan berjalan lancar.
3. Palemahan.
Pengejewantahan aspek palemahan dalam pengelolaan pariwisata menjunjung tinggi kearifan-kearifan ekologi masyarakat setempat. Aspek Palemahan dapat
diwujudkan dengan penataan ulang (revitalisasi ) tanaman lontar, reboisasi (penanaman kembali), dan
penghijauan. Berdasarkan klasifikasi kawasan revitalisasi, daerah Kubu termasuk
ke dalam fungsi revitalisasi kawasan pegunungan/perbukitan. Hal ini disebabkan
daerah ini memang berbukit-bukit yang sebagian daerahnya cukup gersang akibat
letusan gunung Agung tahun 1963 silam. Meskipun demikian, daerah Kubu sangat
cocok ditumbuhi tanaman lontar, hal ini terlihat dari penyebaran tanaman lontar
di daerah ini cukup banyak, akan tetapi belum tersebar secara merata di
masing-masing daearah di wilayah Kubu. Berdasarkan hal tersebut, penataan ulang
tanaman lontar ini penting dilakukan, mengingat potensi daerah ini sebagai
sentra ekowisata berbasis tanaman lontar cukup potensial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar