Analisis Keterlambatan Penyaluran Tunjangan Profesi



Adanya tunjangan profesi guru membuat guru bisa sedikit bernafas lega. Namun apa yang terjadi
di lapangan setelah guru menjalani proses panjang untuk mendapatkan tunjangan profesi tersebut terutama guru lulusan sertifikasi 2012 tidak semudah yang mereka bayangkan. Tunjangan yang sebenarnya masih sangat jauh bila dibandingkan dengan gaji DPR itu sering dibayarkan seperti orang yang sedang memberi suap pada seorang bayinya. Hal ini membuat para guru geram. Dikarenakan tunjangan profesi itu dibayarkan secara amburadul. Kadang gaji itu baru keluar tiga bulan, empat bulan, enam bulan bahkan ada yang baru keluar satu tahun.
Tentunya hal tersebut menimbulkan pertanyaan evaluatif dari kalangan praktisi pendidikan misalnya,  kenapa gaji itu tidak dibayarkan secara teratur tiap bulan seperti pembayaran gaji PNS? Apakah Kemendikbud tahu, tidak tahu atau memang pura-pura tak tahu dengan kasus penyaluran tunjangan profesi guru di daerah yang sering dibayarkan terlambat dan tersendat-sendat tidak teratur seperti orang tua yang berjalan terseok-seok ini? Apakah telah terjadi mafia di tingkat daerah dengan menyimpannya dahulu uang yang menjadi hak guru itu di bank untuk mendapatkan keuntungan pribadi bagi oknum tertentu di tingkatan daerah?
Berikut merupakan salah satu kasus mengenai masalah penyaluran tunjangan profesi guru di Tasikmalaya, yang dikutip dari jpnn.com pada tanggal 30 April 2013.

INDIHIANG--Pencairan dana sertifikasi bagi guru di Kota Tasikmalaya, Senin (29/4) masih menyisakan masalah. Sebanyak 705 guru belum menerima surat keputusan (SK) sertifikasi. Di sisi lain, sebanyak 3.118 telah menerima dana dari pemerintah pusat ini.
"Saya mewakili sebanyak 705 orang suara guru yang resah akibat tidak turunnya SK sertifikasi," ujar Dadang Abdul Patah, ketua Asosiasi Kepala Sekolah Kota Tasikmalaya, di Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya
Kata Dadang, yang membuat ratusan guru itu belum mendapatkan tunjungan karena terganjal sistem dapodik (data pokok pendidikan).  Dia menjelaskan, tidak keluarnya SK sertifikasi bagi para guru tersebut karena kini sistem pencairan tunjangan profesi guru mengacu pada dapodik. Sedangkan, data dapodik, tidak sesuai dengan kondisi ril lapangan, namun dijadikan dasar pembayaran tunjangan profesi.
"Sekarang tunjangan profesi berdasarkan dapodik, tapi sayangnya data itu tidak sesuai fakta. Banyak guru yang mengajar lebih dari 24 tidak terekam dan banyak guru yang mengajar di sekolah lain juga tidak terekam," ungkapnya.
Ditambah lagi, kata Dadang, di Kota Tasikmalaya, guru yang mengajar mata pelajaran Ekonomi Syariah dan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) tidak masuk kategori guru yang telah memenuhi jam pelajaran selama 24 jam.
"Ini sangat tidak adil bagi guru yang mengajar ekonomi syariah dan PLH, namun tidak bisa lolos sertifikasi. Akibat tidak diakui sebagai mata pelajaran yang telah memenuhi selama 24 jam," tutur Kepala SMPN 3 Kota Tasikmalaya ini.
Menurutnya, pembayaran tunjangan profesi guru yang didasarkan atas dapodik sudah berlaku bagi guru-guru yang mengajar di jenjang pendidikan dasar. Sedangkan untuk guru yang mengajar di jenjang pendidikan menengah, pembayaran tunjangan profesinya belum menggunakan dapodik online, masih berdasarkan perhitungan manual. "Meski begitu kita masih mendukung upaya pemerintah untuk memperbaiki data-data yang terkait dengan pendidikan, mulai dari data sekolah, siswa dan guru," ujarnya.
Dia berharap Pemerintah Kota Tasikmalaya melalui Dinas Pendidikan, bisa mencairkan tunjangan bagi guru yang terkena sistem dapodik. "Pemkot dan provinsi harus bertanggung jawab dengan tidak cairnya sertifikasi bagi diri yang tidak memenuhi sistem dapodik ini. Karena mereka memiliki hak mendapatkan tunjangan," ujarnya.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya Budiaman Sanusi mengatakan sangat prihatin tidak cairnya tunjungan sertifikasi bagi guru yang tidak sesuai sitem dapodik. Menurutnya, pencairan tunjangan berdasarkan dapodik merupakan kewenangan dan keputusan pemerintah pusat. "Saya harap para guru tersebut bisa bersabar, sebab kita sedang berusaha memfasilitasinya. Karena masih ada waktu sampai dengan pertengahan Mei untuk penebitan SK sertifikasi yang belum cair," tandasnya.

Tidak hanya di Tasikmalaya, beberapa kota juga mengalami masalah yang sama terkait dengan penyaluran tunjangan profesi guru. Sebelumnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh, menargetkan bahwa April 2013 ini pembayaran tunjangan profesi guru akan langsung masuk rekening guru. Beliau juga yakin penyaluran dana tunjangan guru non PNS yang tahun ini diambil alih kembali oleh kemendikbud dapat berjalan cepat dan efisien. Sebab, dana itu tidak lagi didekonsentrasikan, tapi langsung ditransfer ke rekening guru.
Dari kasus di atas, harapan pemerintah mencairkan tunjangan profesi pendidik tepat waktu ternyata meleset. Seretnya pencairan tunjangan profesi pendidik menjadi salah satu materi pembahasan audiensi ratusan anggota PGRI bersama Mendikbud Mohammad Nuh, Selasa (30/4).  Sistem pencairan dana TPP ini menggunakan model rapelan tiga bulanan. TPP untuk Januari, Februari dan Maret lalu dicairkan April ini. Akan tetapi pencairan dana TPP sampai saat ini masih belum kelar. Ditambah lage, pemerintah provinsi di indonesia tidak ada yang berani  mengklaim menuntaskan pencairan TPP di wilayahnya.
Menurut ketua PB PGRI, Sulistyo, akar permasalahan penyaluran dana TPP disebabkan pembuatan surat keputusan (SK) pencairan TPP di Kemendikbud belum tuntas. Sampai saat ini Kemendikbud baru menuntaskan pembuatan SK untuk 60 persen guru. Dari 1,2 juta jiwa guru penerima TPP. Penyebab lain seretnya tunjangan profesi pendidik adalah data pokok pendidikan (dapodik) yang amburadul. Sistem penyaluran dana TPP saat ini mengacu pada  dapodik. Namun sangat disayangkan, dapodik yang dijadikan acuan dalam penyaluran dana TPP sering tidak sesuai dengan kondisi real alias tidak sesuai data yang ada. Hal ini dapat dilihat pada kutipan masalah diatas yang menerangkan banyak guru yang mengajar lebih dari 24 jam tidak terekam. Dan guru yang mengajar di sekolah lainpun juga tidak terekam dapodik. Pengelolaan dapodik yang amburadul, masih ditemukan di daerah kota Jakarta. Secara logika, jika di Jakarta yang dekat dengan Kemdikbud saja belum mampu memanajemen dapodik secara baik, bagaimana dengan daerah lain yang jauh dari Kemdikbud? Tentunya penyaluran TPP akan lebih tersendat.
Jika Kemdikbud terus mengabaikan masalah ini, maka akan berimplikasi pada mental dan moral guru sebagai pendidik. Guru akan cenderung menilai beban profesi  berat yang diembannya tidak sesuai dengan upah/gaji yang diberikan pemerintah. Apalagi sistem rekrutmen guru dan beban mengajar semakin sulit saat ini, tentunya akan terjadi ketidakseimbangan antar kesejahteraan dengan beban dan tugas pokok seorang guru. Hal ini akan berujung pada ketidakpercayaan guru terhadap birokrasi pendidikan yang ada, sehingga akan menghasilkan kualitas peserta didik yang bobrok.

  1. Solusi yang Ditawarkan Untuk Menangani Kasus Keterlambatan Penyaluran TPP.
Adapun solusi yang bisa ditawarkan penulis dalam kasus di atas adalah sebagai berikut:
1.     Agar tidak memperumit pencairan TPP, penggunaan dapodik sebagai syarat pencairan TPP hendaknya masih diberlakukan. Dengan catatan, masih adanya relevansi data yang terekam dilapangan.
2.    Apabila dapodik ingin dihapuskan sebagai syarat penyaluran TPP, hendaknya Kemdikbud harus melakukan pengkajian lebih mendalam lagi mengenai keunggulan dan kelemahan dari dapodik itu sendiri.
3.    Kemdikbud harus membentuk tim khusus dalam upaya menangani keterlambatan TPP. Hal ini bertujuan agar, Kemdikbud mempunyai panitia kerja yang benar-benar terfokus menangani masalah ini. Mulai dari menuntaskan SK guru penerima TPP sampai dengan memperbaiki/mengoptimalkan data-data dapodik yang terekam di lapangan.
4.    Berdasarkan bagan mekanisme penyaluran TPP, pemerintah pusat,  pemerintah daerah, dan mitra penyalur harus lebih meningkatkan kerjasamanya dalam hal pendistribusian TPP kepada guru penerima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar